Akhir-akhir ini siswa di seluruh Indonesia mengalami hal yang cukup menghebohkan, pasalnya beredar berita akan di ulangnya Unjian Nasional karena beberapa faktor diantaranya setelah Kementerian Pendidikan menemukan 30 paket soal Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMA bocor melalui Internet. Dengan adanya berita seperti ini mengundang saya untuk menulis sedikit artikel sekaligus untuk memenuhu tugas softskill.
Datangnya berita ini pun menuai banyak komentar diantaranya datang dari Mondir Rofi'i "Sebaiknya tidak ada UN ulang," kata Ketua Dewan Pendidikan Bangkalan. Menurut Mondir, jika UN diulang, maka akan merugikan siswa dan sekolah karena pengulangan butuh anggaran dan tenaga yang besar. Apalagi selama tiga hari pelaksanaan UN, di Bangkalan tidak ada indikasi kebocoran atau jual beli soal. "UN di Bangkalan lancar," ujar dia.
Untuk mencegah agar kebocoran soal UN bisa diminimalisir, Mondir yang juga menjabat Wakil bupati Bangkalan menyarankan kepada Kementerian Pendidikan agar menyerahkan pembuatan materi soal Ujian Nasional kepada dinas pendidikan di masing-masing provinsi. "Kunci jawaban rawan bocor karena sistem pembuatan soalnya terpusat di Jakarta," katanya.
Sistem yang terpusat itu, kata dia, sangat mudah dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang ingin mencari keuntungan dengan menjual kunci jawaban. Cukup dengan mendapat satu lembar soal UN yang rahasia, pelaku bisa dengan mudah membuat kunci jawaban dan kemudian menyebarkannya ke seluruh Nusantara. "Karena soal UN dari Sabang sampai Merauke sama," ujar Mondir.
Kelemahan lain dari sistem Ujian Nasional yang terpusat, ucap Mondir, adalah sulitnya melakukan pengawasan karena cakupan wilayah terlalu luas. Berbeda jika pembuatan soal UN diserahkan ke provinsi. Soal pada satu provinsi akan berbeda dengan provinsi lainnya.
Hal ini, kata Mondir, akan membuat pelaku kejahatan sulit membuat bocoran Ujian Nasional. "Kalau dibuat provinsi, wilayah pengawasan UN oleh negara menjadi lebih sempit, lebih mudah dimonitor," katanya. (tempo.co)
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang berita ini, saya sengaja mengikuti akun resmi kementrian pendidikan dan budaya guna menambah keyakinan terhadap berita.
Terlihat gambar di atas merupakan akun twitter dari kementrian pendidikan dan budaya, dilihat dari jumlah postingan yang ditulis akun ini sangat aktif, terlihat juga dari jumlah orang yang mengikuti akun ini.
Banyak yang mengirimkan pertanyaan ke akun ini terutama siswa/siswi tingkat sekolah menegah pertama dan sekolah menengah atas. Akun ini pun cukup cepat merespon beberapa pertanyaan penting seputar keterkaitan akun ini terhadap berita yang menyangkut ujian nasional.
Banyak yang mempertanyakan kebenaran apakan ujian nasional akan diulang atau tidak salah satunya muncul dari akun @DesiOKAIDE, pertanyaan ini pun dijawab oleh akun kemdikbud secara singkat dan jelas. Dengan pertanyaan dan jawaban yang jelas tweet ini pun di Retweet oleh banyak orang, hampir 700 pengguna akun twitter meretweet berita ini dan tak sedikit pula yang mengomentarinya. Dilihat dari pertanyaan yang di berikan kepada kemdikbud, bahasa yang digunakan oleh @DesiOKAIDE cukup bagus dibaca tidak mengandung unsur yang negatif.
Adapun tanggapan yang diberikan oleh beberapa user, banyak yang bertanya apakah benar akan diulangnya UN dan kebanyakan dari komentar berpendapat tidak setuju dengan pengulangan UN. Komentar yang diberikan oleh setiap user cukup baik dalam penggunaan bahasa, kegelisan yang dialami parasiswa tidak membuat siswa berkomentar seenaknya dan menggunakan kata-kata yang kurang baik.
Melihat fenomena kebocoran sangat lah disayangkan, setiap tahunnya selalu ada kasus seperti ini, layaknya ini semua memang sudah menjadi rahasia umum, banyak penangan tapi masih saja tetap terjadi. Hal ini id sebabkan beberapa faktor diantaranya :
Pertama, keberadaan bandar-bandar beserta kelompok-kelompok pengecernya. Mereka boleh disebut investor, penyokong modal. Mereka eksis, tetap hidup layaknya bandar judi. Pada momen menjelang kelulusan siswa, para bandar siap bergerak mengerjakan agenda tahunannya, dengan mengatur jaringan dan segala akses yang dimilikinya. Pekerjaannya rapi dan sulit tersentuh hukum. Bila ada yang terjerat hukum, biasanya hanyalah pengecer atau oknum-oknum aksesnya.
Kedua, kelompok-kelompok siswa yang menunggu durian runtuh. Kelompok seperti ini bertebaran dimana-mana, ada di tiap-tiap sekolah. Mereka yang merasa kemampuan intelektualnya kurang, atau yang malas dan tidak termotivasi di lingkungan sekolah, biasanya mempunyai kemampuan soal duit, dan telah rentan serta parah menganggap segalanya dapat dibeli dengan uang, termasuk ilmu. Mereka membentuk jaringan sendiri cukup rapi dengan alat-alat komunikasinya, sehingga menjadi satu mata rantai dengan pengecer bocoran UAN.
Ketiga, oknum yang berhubungan langsung dengan pembuatan, pendistribusian dan penyimpanan paket soal UAN. Bujuk rayu dan iming-iming uang maupun harta terkadang mampu menggoyahkan keteguhan iman oknum-oknum tersebut hingga terpikat, dan iapun menjadi salah satu mata rantai kebocoran UAN.
Keempat, konsumen, yaitu mereka yang mau membeli tawaran bocoran. Para siswa dan orang tua siswa yang diposisikan sebagai konsumen menjadi sasaran pengecer maupun oleh kelompok siswa yang menunggu durian runtuh. Bila usahanya berhasil, bagi pengecer mendapatkan rupiah yang bisa disetorkan dan sebagian lagi sebagai upahnya. Bagi kelompok siswa, bila mampu menjual, ia akan mendapatkan uang saku yang tak terduga.
Menyikapi fenomena tersebut yang berulang-ulang setiap tahunnya, kurang bijaksana kiranya bila langsung menuding pihak sekolah sebagai biang keladinya. Ataupun langsung menyalahkan pihak kepolisian yang tidak tanggap sebelumnya hingga kurang berhasil memberantasnya sampai kini. Prestasi aparat yang berwenang dalam menanganimasalah itu sebatas pada penangkapan oknum-oknum yang terlibat atau beberapa pengecer, belum mampu memutus tuntas mata rantai sindikat kebocoran UAN.
Menjawab mengapa UAN bocor, ada beberapa argumen yang dapat disampaikan; Pertama, masih ada kebutuhan sebagian masyarakat akan jalan pintas, cara instan bagi siswa agar mudah melampauimomen ujian akhir. Sikap ambil mudahnya itu bisa pas berpaut dengan sikap ambil untungnya dari para sindikat bocoran ujian. Ibarat panci dengan tutupnya bisa pas melekat. Kedua, tipe soal UAN yang masih pilihan ganda, memberi peluang besar untuk bocor. Ddddengan jawaban yang hanya menulis pilihan A, B, C, D, atau E konsumen mudah tergiur untuk menerima soal dan jawaban bocoran. Melalui penghafalan atau teknik tertentu lainnya, mereka dimudahkan menjawab di ruang uji. Akan beda masalahnya jika materi UAN berupa pertanyaan esai (uraian, hitungan) terutama cara peserta ujian menyelesaikan soal-soal ujiannya. Ketiga, semua pihak yang berwenang terkesan enggan belajar dari pengalaman. Kurangnya antisipasi dan tindakan preventif untuk mencegah UAN bocor. Seyogyanya tidak mudah terperosok ke dalam lubang yang sama, untuk kedua kali, benar-benar diterapkan.
https://ilmuwanmuda.wordpress.com
Kedua, kelompok-kelompok siswa yang menunggu durian runtuh. Kelompok seperti ini bertebaran dimana-mana, ada di tiap-tiap sekolah. Mereka yang merasa kemampuan intelektualnya kurang, atau yang malas dan tidak termotivasi di lingkungan sekolah, biasanya mempunyai kemampuan soal duit, dan telah rentan serta parah menganggap segalanya dapat dibeli dengan uang, termasuk ilmu. Mereka membentuk jaringan sendiri cukup rapi dengan alat-alat komunikasinya, sehingga menjadi satu mata rantai dengan pengecer bocoran UAN.
Ketiga, oknum yang berhubungan langsung dengan pembuatan, pendistribusian dan penyimpanan paket soal UAN. Bujuk rayu dan iming-iming uang maupun harta terkadang mampu menggoyahkan keteguhan iman oknum-oknum tersebut hingga terpikat, dan iapun menjadi salah satu mata rantai kebocoran UAN.
Keempat, konsumen, yaitu mereka yang mau membeli tawaran bocoran. Para siswa dan orang tua siswa yang diposisikan sebagai konsumen menjadi sasaran pengecer maupun oleh kelompok siswa yang menunggu durian runtuh. Bila usahanya berhasil, bagi pengecer mendapatkan rupiah yang bisa disetorkan dan sebagian lagi sebagai upahnya. Bagi kelompok siswa, bila mampu menjual, ia akan mendapatkan uang saku yang tak terduga.
Menyikapi fenomena tersebut yang berulang-ulang setiap tahunnya, kurang bijaksana kiranya bila langsung menuding pihak sekolah sebagai biang keladinya. Ataupun langsung menyalahkan pihak kepolisian yang tidak tanggap sebelumnya hingga kurang berhasil memberantasnya sampai kini. Prestasi aparat yang berwenang dalam menanganimasalah itu sebatas pada penangkapan oknum-oknum yang terlibat atau beberapa pengecer, belum mampu memutus tuntas mata rantai sindikat kebocoran UAN.
Menjawab mengapa UAN bocor, ada beberapa argumen yang dapat disampaikan; Pertama, masih ada kebutuhan sebagian masyarakat akan jalan pintas, cara instan bagi siswa agar mudah melampauimomen ujian akhir. Sikap ambil mudahnya itu bisa pas berpaut dengan sikap ambil untungnya dari para sindikat bocoran ujian. Ibarat panci dengan tutupnya bisa pas melekat. Kedua, tipe soal UAN yang masih pilihan ganda, memberi peluang besar untuk bocor. Ddddengan jawaban yang hanya menulis pilihan A, B, C, D, atau E konsumen mudah tergiur untuk menerima soal dan jawaban bocoran. Melalui penghafalan atau teknik tertentu lainnya, mereka dimudahkan menjawab di ruang uji. Akan beda masalahnya jika materi UAN berupa pertanyaan esai (uraian, hitungan) terutama cara peserta ujian menyelesaikan soal-soal ujiannya. Ketiga, semua pihak yang berwenang terkesan enggan belajar dari pengalaman. Kurangnya antisipasi dan tindakan preventif untuk mencegah UAN bocor. Seyogyanya tidak mudah terperosok ke dalam lubang yang sama, untuk kedua kali, benar-benar diterapkan.
https://ilmuwanmuda.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar